Wednesday, March 12, 2014

Badai Hujan di Puncak Prau

Setelah perjuangan menggapai puncak Sumbing-yang-akhirnya-gagal, yang bisa dibaca DISINI, teman saya, Gathot, punya ide mendadak ke daerah Dieng tepatnya Gunung Prau. Malamnya kami cabut meninggalkan basecamp Sumbing menuju Alun-Alun Wonosobo yang memakan waktu sekitar 1 jam. Suasana Alun-Alun Wonosobo malam itu masih ramai ditongkrongi masyarakat setempat, cukup keren dan rapi sekali tata kotanya. 

Tiba di Alun-Alun Wonosobo dan terdampar, kami menunggu Taksi Avanza sesuai rekomendasi sang 'kenek' bus. Beberapa saat menunggu akhirnya ada juga taksinya! Pukul 21:00 kami meninggalkan Alun-Alun Wonosobo dan berangkat menuju Dieng. 

Terdampar kayak paus!
Horeee dapat juga, semakin malam semakin susah
Tiba di basecamp Gunung Prau hawanya sudah dingin sekali. Biso beku ambo dibuatnyo. Basecamp Gunung Prau berupa indoor tempat main badminton dan cukup banyak pendaki yang bermalam. Tidak perlu mendirikan tenda dan hanya perlu menggelar matras dan sleeping bag, pendaki dapat bermalam di basecamp tersebut.


Pukul 23:00 kami bersiap tidur karena subuhnya kami siap mendaki untuk mengejar sunrise. Udara kala itu sangatlah dingin karena hujan sedang turun dengan derasnya. Matras, sleeping bag, dan kaos kaki rasanya tidak cukkup untuk menghangatkan badan, namun, tetap optimis bahwa besok akan cerah.

Awalnya saya mengira Gunung Prau merupakan gunung tamasya macam Dieng atau Bromo. Ternyata gunung beneran gunung! Ketinggiannya hanya 2565 mdpl namun treknya yang berupa bebatuan dengan kemiringan hingga 70 derajat. Cukup miring. Bermodalkan air putih seadanya, nata de coco satu tumbler, dan roti yang sudah membeku kami tetap mendaki hingga puncak.

Pendakian menuju Puncak Prau sebenarnya hanya memakan waktu 2 jam saja, tapi karena ada saya yang keong, lama pendakian akhirnya menjadi 3 jam hahaha. Tapi jujur, mungkin karena saya kecapekan sisa mendaki Sumbing, kurang tidur, dan kelaparan, fisik saya capek sekali dan kaki saya kena serangan encok.

Spotted! Muka pasrah tertangkap kamera hahaha. Terima kasih Gathot atas foto tidak menyenangkannya

Sampai puncak! Langsung tepar! Mau berdiam diri sambil tidur tapi bahaya bisa memicu hipotermia, akhirnya mau tidak mau bergerak sembari foto-foto. Badan saya kedinginan sampai tangan dan kaki mati rasa. Well actually saat itu cuacanya sedang hujan plus badai (sial dua kali), pemandangan di puncak nggak kelihatan. Padahal kalau cerah, puncak 7 gunung bisa dilihat dari puncak Prau. Ketujuh puncak itu adalah gunung Sumbing, Sindoro, Slamet, Merbabu, Merapi, Ungaran, dan Lawu. Penasaran dan bikin keki! Lagi, keberuntungan belum juga berpihak pada kami.

Photo tells everything right? 
Borderline with an inappropriate words (honestly)
Puncak Prau! :) Padahal kalau cerah bakal keren banget
WHADDUP!
Loncat aja udeh biar hangat
Nikmati Masa Jomblomu Sebelum Datang Masa Jompomu
Best pal nih yang punya dua kepribadian: di bawah saya di jahati, di atas saya di baikin

Well, pengalaman yang menyiksa karena energi terkuras habis ditambah keberuntungan belum berpihak pada kami, namun pengalaman ini seru juga! Niat kami memang tektok gunung makanya tidak membawa keril, tapi ternyata kami terkena badai hujan. Duduk dibawah pohon gemetaran, pasokan makanan sudah habis, dan tidak ada fly sheet untuk berteduh, akhirnya memaksa kami untuk pulang ke bawah. Syukurlah semakin turun udara semakin hangat dan kadang-kadang kami terlindungi oleh tebing-tebing jadi nggak terlalu kena hempasan angin. Ada videonya tapi sayang sekali tidak bisa saya upload.

Irzam, si anak Dieng baik hati yang menjadi teman perjalanan kami

Celana basah kuyup dan kaki kotor kena tanah yang becek, membuat saya sering terpeleset dan jatuh tiba-tiba karena licin hahaha. Asli itu susah dilupakan dan makasih banget buat Irzam, Gathot, dan Urfan yang saat itu mau menolong, menunggu, dan direpotkan oleh saya.

Lihat deh tuh si Urfan nggak pakai alas kaki mirip kuncen gunung
Telaga Warna dari kejauhan :)
Penguasa gunung
"Lihat dong anginnya kencang banget sampai pohonnya goyang inul"

Mendaki turun memakan waktu selama 3 jam lagi plus waktu foto-fotonya. Seluruh kaki saya rasanya sakit sekaliiii. Yang tadinya encok jadi mau patah, tidak bisa jongkok, tidak bisa gerak, balik kanan, baik kiri, jalan cepat, berdiri ke duduk, duduk ke berdiri, naik tangga, dan cara jalan saya berubah jadi mirip ibu-ibu hamil 13 bulan.


Pukul 1 siang Irzam mengajak kami makan siang di tempat makan yang hits namanya Mie Ongklok, berada di-saya-lupa-sekali-nama-tempatnya. Letaknya sekitar 10 menit naik bus dari basecamp dan bisa dilihat pemandangan gunung-gunung disana. Saya suka Gunung Sindoro karena paling keren penampakannya. Pengen foto-foto nggak bisa karena saya meriang dan ibu-pemilik-tempat-makannya sangat baik memberikan saya selimut dan teh khas Sindoro, teh Purwaceng. Katanya supaya meriang saya hilang. Hangat :)


Pukul 4 sore kami kembali naik mini bus sampai terminal Wonosobo, bersiap naik bus Sinar Jaya pulang ke rumah masing-masing. Novita dan Lanang kearah Depok, Gathot kearah Kalideres, sementara saya dan Urfan ke arah Rawamangun. Tapi tujuan Rawamangun ludes kampreeet! Agak kurang informatif juga ini Sinar Jaya, mereka bilang bus berangkat pukul 5 tapi nyatanya pukul 4 sudah cabut. In the end saya dan Urfan ikut Gathot ke Kalideres.

Di bus tidur terus tanpa bosan efek minum antimo, dan tiba di kosan Gathot pukul 8 pagi. Istirahat sebentar, saya dan Urfan pulang kerumah masing-masing naik Commuter Line. Sekian, kaki saya tidak bisa diajak kompromi selama 3 hari kedepan karena masih sakit. Tiba dirumah pukul 1 siang (kayaknya saya yang paling lama sampai rumah), mandi, ketemu kasur dan selimut, dan hibernasi 100 tahun. 

Well, trip yang sangat melelahkan namun seru sekali, pengalaman baru, pelajaran baru, kenal orang baru lagi, teman baru lagi, and another great story in my life. Saya selalu bersyukur dengan kesempatan-kesempatan yang saya alami, kesempatan bisa mengunjungi tempat-tempat indah, dan kepercayaan serta dukungan dari keluarga. Suka dan duka selama trip sama saja, harus diterima, dihargai, dan disyukuri as well.

The day after tomorrow, my aunt-climbers texted me a very sweet words, "Selamat bergabung di dunia nyata, sering-seringlah menyapa alam Mel maka kau akan lebih banyak menikmati dan merasa lebih dekat dengan penciptanya". Aduh tante, bikin saya makin pengen kayak Medina Kamil.


In love with Sindoro scenery from a distance,
Melinda Rachman.



Note:
  • Harga charter Taksi Avanza dari Alun-Alun Wonosobo sampai basecamp Gunung Prau, Dieng: Rp 150.000,-
  • Harga pendakian Gunung Prau : Rp 4.000,-
  • Bus Sinar Jaya AC jurusan Wonosobo - Kalideres : Rp 190.000,-
-

No comments: